GPOP-Kemarau panjang menyebabkan kekeringan dan kebakaran di mana-mana. Bukan hanya hutan dan lahan, tetapi juga rumah dan pemukiman tak luput dari amukan si jago merah. Kemarau juga menyebabkan banyak sungai, danau, dan waduk mengering, membuat jumlah penduduk menjerit karena kekurangan air terus bertambah.
Beruntung pada saat alam menampakkan keangkuhannya masih ada orang-orang baik. Mereka rela membantu meringankan kesulitan yang dihadapi sesama, meski apa yang mereka lakukan itu tak luput dari ancaman serta marabahaya.
Salah satu manusia baik itu Muhamad Maulana atau akrab disapa Maul. Ia termasuk salah satu relawan Dompet Dhuafa (DD) Provinsi Kalimantan Tengah. Selama kemarau dan kekeringan, Maul bersama DD Kalteng berulang kali membantu melakukan pemadaman kebakaran dan membagikan air bersih.
Pada bulan Agustus silam, selama satu bulan penuh, ia terlibat dalam pemadam api di Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Katingan dan Kota Palangka Raya. Ketika masyarakat mengalami krisis air minum, Maul membantu meringankan beban warga yang terdampak dengan membagikan air mencapai 45 ribu liter.
“Saya turun pertama kali pada awal Agustus, membantu memadamkan api di lahan gambut Desa Eka Behurui, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Suasananya sangat mencekam, karena saat kami datang, kebakaran sudah berlangsung lama. Padahal, kebakaran di lahan gambut itu tidak mudah di padamkan,” cerita pria 25 tahun ini.
Tidak bisa berlama-lama, begitu tiba di lokasi kebakaran, Maul langsung terjun ke garis terdepan berhadapan langsung dengan lahan yang terbakar. Bersama petugas dan relawan kebakaran yang lain, pria kelahiran Kasongan, 14 Juni 1998 ini ikut bahu-membahu memadamkan api. Panas yang ditimbulkan dari bara api dan asap yang terus mengepul tidak membuatnya melangkah mundur. Sebaliknya, ia terus berjuang agar api bisa dijinakkan.
“Saat itu api sudah menghanguskan ratusan hektar lahan gambut. Itu bisa terjadi karena ketersediaan air sangat terbatas. Kerap kali, api terlihat padam, tapi ternyata di bawahnya masih terdapat bara, dan sewaktu-waktu bisa menimbulkan api sangat besar,” jelasnya.
Maul sesungguhnya menyadari bahwa api bisa membuatnya celaka. Untuk itu, kehati- hatian dan kewaspadaan harus diutamakan. Tetapi, tak jarang ada saja masalah yang muncul. Dan, itu membuatnya berada dalam bahaya. Ancaman itu salah satunya terjadi pada saat Maul dan rekannya mengalami mis komunikasi.
Sebagai relawan yang selalu berada di barisan depan menghadapi bencana, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Efendy dan Siti Sumarni ini dituntut menguasai berbagai keahlian penanggulangan ke kencanaan. Apalagi, bencana yang dihadapi memang beragam. Selain kebakaran, ia juga kerap diterjunkan di kawasan yang dilanda banjir, hingga penyakit seperti saat terjadi pandemi Covid-19. Untuk itu, di sela kesibukannya membantu korban bencana, saya juga sering mengikuti berbagai pelatihan dan keterampilan.
“Syukur seluruhnya mendukung. Bapak saya bahkan bangga melihat saya bisa membantu meringankan penderitaan orang lain. Beliau sangat antusias, bahkan sering menawarkan bantuan kepada saya,” jelasnya. (oas/abw)