Tidak dapat dipungkiri, ketimpangan literasi daerah pinggiran dan perkotaan terlihat jelas. Keterlibatan relawan peduli literasi sangat dibutuhkan. Tidak hanya melulu soal buku, literasi yang memiliki arti luas menjadi hak mereka dan kewajiban kita bersama.
ANISA B WAHDAH, Pulang Pisau
HUJAN pagi itu tidak menyurutkan semangat anak-anak muda yang hatinya terketuk untuk peduli masa depan. Di bawah langit mendung diiringi rintikan hujan menemani perjalananku (penulis,red) dari ibu kota menuju wilayah perbatasan. Menjadi saksi perjuangan relawan literasi yang peduli anak-anak pinggiran.
Melaju dengan kecepatan sedang mengikuti rombongan tim Donasi Literasi (DL) dari Palangka Raya menuju SDN 2 Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis). Menempuh perjalanan 25 kilometer dari pusat kota, sekolah ini berada di perbatasan antara Kota Palangka Raya dengan Pulpis.
Sekelompok anak muda yang membawa semangat literasi ini mendapat tempat bagi anak-anak di sana. Sumringah sekali. Ketika mereka menyambut kedatangan tim yang sudah dijanjikan sebelumnya. Sabtu pagi (17/2) menjadi hari yang menyenangkan bagi 29 murid yang menempuh pendidikan di sekolah itu.
Pagi itu juga, mereka melihat bagaimana perpustakaan di sekolahnya disulap menjadi rapi dan lebih indah. Akan lebih nyaman menjadi tempat membuka jendela melalui buku-buku yang mereka baca.
Donasi Literasi merupakan kegiatan sosial yang memanfaatkan kekuatan komunitas dan keterampilan individu untuk memberikan dampak positif. Dengan semangat ini, DL terus tumbuh dan memberikan harapan melalui literasi dan kegiatan sosial.
Bukan tanpa alasan, memilih SDN 2 Tumbang Nusa menjadi sasaran DL batch ke-12 ini. Sekretaris panitia DL batch 12 Shegita Griselda mengaku, SDN 2 Tumbang Nusa sebagai sekolah yang berada di perbatasan daerah terlihat kurang tersentuh oleh kaum peduli literasi.
“Pada DL batch 12 ini kami membagikan dan membaca buku, merenovasi perpustakaan mereka, melaksanakan kegiatan literasi lain hingga pengobatan gratis untuk orang tua murid,” katanya saat dibincangi di sela-sela kegiatan.
Siswi SMAS Golden Christian School ini menyebut, penggalangan DL sudah dilakukan dari beberapa waktu sebelumnya. Donasi dapat berupa buku, uang atau sponsor dari pihak-pihak yang turut peduli terhadap literasi.
“Untuk donasi buku kami menyarankan buku-buku yang relevan dengan kebutuhan anak-anak SD, karena kami melihat buku-buku di SD ini meskipun sudah ada tetapi kurang selaras dengan kebutuhan ilmu pengetahuan anak-anak SD,” ucap perempuan yang lahir pada 22 September 2003 ini.
Sebagai Duta Baca Provinsi Kalteng tahun 2023 ia tergugah bergabung menjadi bagian relawan DL, karena sebagai duta baca ia memiliki kewajiban untuk meningkatkan literasi. Mengingat masih banyak anak-anak yang belum mendapat pengetahuan literasi terutama anak-anak pinggiran.
Salah satu relawan literasi yang terlibat dalam menggagas DL Febrianto Budiman mengaku, Donasi Literasi bukan ide tunggal, awalnya beberapa pegiat literasi berkolaborasi dalam dua even literasi besar yang diadakan di Palangka Raya tahun 2020-2021, pertama 100 Hari 100 Resensi Buku, dan kedua Inovasi Literasi Perpustakaan Kalteng.
Mengisi kerinduan terhadap giat literasi dalam kolaborasi ia bersama beberapa kawan relawan bertemu kembali untuk merencanakan donasi buku ke tempat-tempat yang akses ekonomi terhadap buku masih minim, seperti panti asuhan atau wilayah yang kurang diperhatikan.
“Saya mengusulkan nama kegiatan itu Donasi Literasi, karena arti literasi bukan hanya buku, tapi juga kemampuan atau keterampilan. Disepakatilah Donasi Literasi batch 1 dilaksanakan di Huma Alam Bagugus, Kapuas saat itu,” kata Febri.
Awalnya, konsep DL sederhana, hanya memberikan buku dan bersama-sama belajar. Namun, dengan semakin banyaknya komunitas yang terlibat, DL berkembang pesat menjadi gerakan yang melibatkan berbagai sektor. Salah satunya inisiatif menarik adalah kolaborasi dengan komunitas apoteker.
Dimulai dengan delapan komunitas yang bergabung, gerakan ini kemudian mengajak komunitas dan organisasi peduli literasi lainnya, terus berjalan hingga batch 12 yang baru saja dilaksanakan. Dengan turunnya relawan DL yang berjumlah cukup banyak, pihaknya berusaha untuk membuat perbedaan yang nyata di setiap lokasi yang dikunjungi.
“Tidak sekadar foto selfie dengan anak-anak, DL mendorong relawan untuk benar-benar terlibat dalam kegiatan positif di lokasi. Mulai dari renovasi perpustakaan, bermain games, hingga pemanfaatan keterampilan masing-masing relawan untuk kegiatan sosial yang lebih bermakna,” jelasnya.
Sebagai pegiat literasi, Febri, mengaku adanya ketimpangan literasi di kota dan pinggiran merupakan hal yang mutlak. Dapat dilihat melalui ketimpangan kondisi sosial ekonomi, akses ke literatur, dan jaringan informasi. Banyak faktor yang mempengaruhi ketimpangan literasi. Sebut saja, faktor geografi, akses informasi, bahkan kemampuan anggaran dari pemerintah untuk menekan tingkat literasi di suatu tempat dapat menjadi penyebab ketimpangan.
“Menurut saya, perlunya bergerak bersama untuk meningkatkan literasi ataupun meminimalisir ketimpangan antara kota dan pinggiran. Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, sehingga masyarakat dan perusahaan besar swasta harus mempunyai kepekaan untuk meningkatkan literasi di daerah pinggiran,” ujarnya.
Dengan memperbanyak literatur, Febri meyakini dapat meningkatkan literasi di daerah pinggiran. Kemudian memotivasi masyarakat untuk menganggap akses literasi itu sangat penting. Pun peran anak muda juga sangat penting untuk memajukan literasi
Donasi Literasi begitu terasa manfaatnya, diakui Kepala SDN 2 Tumbang Nusa Marlin, baru kali ini ada kunjungan dari pihak-pihak yang peduli kepada 29 muridnya. “Mereka (anak-anak,red) terlihat senang sekali, karena baru kali ini ada kegiatan seperti ini di sekolah kami,” ucapnya kepada tim G-Pop, masih di sela-sela kegiatan DL berlangsung.
Dengan sekolah yang memiliki luas 50×75 meter, sekolah ini terlihat sepi karena jumlah murid yang hanya 29 saja, total dari kelas satu sampai kelas 6. Dalam satu kelas paling sedikit berjumlah tiga orang dan paling banyak tujuh orang saja.
“Bukan karena kurangnya minat bersekolah, menjadi lembaga pendidikan di wilayah perbatasan memang demikian, jumlah masyarakat sedikit, sehingga anak-anak yang berdekatan dengan sekolah di sini juga sedikit, semuanya sekolah kok,” jelas Marlin.
Menjadi sasaran DL, pihaknya akan menjaga dan merawat perpustakaan dengan baik, akan memanfaatkan lebih maksimal lagi untuk meningkatkan literasi anak-anak didik mereka. Apalagi, di sekolah ini sudah menerapkan 15 menit membaca buku sebelum beraktivitas.
“Ke depan anak-anak akan diwajibkan membaca dan meminjam buku diperpustakaan, akan dijadwalkan,” tegasnya.
Menjadi guru di sekolah pinggiran, ia berharap pemerintah memberikan perhatian lebih kepada mereka. Tentu saja, harapannya sekolah mereka juga sama dengan sekolah-sekolah yang ada di kota. (*)