GPOP-Daniel Batuah Barajaki Asang hadir membawa angin segar bagi musik tradisional Dayak, di tengah dominasi musik modern. Laki-laki yang lahir di Kota Palangka Raya ini mengaku telah jatuh cinta pada musik tradisional khususnya khas suku Dayak sejak usia dini.
Ia mulai menyukai permainan alat musik tradisional ini sejak kelas dua SD. Latar belakang keluarganya yang juga merupakan seniman semakin memperkuat jiwa seni yang ada dalam dirinya.
“Pengaruh keluarga saya yang semuanya juga seniman, jadi otomatis saya juga ikut berkecimpung di dalam dunia tersebut,” katanya.
Bagi Daniel, musik tradisional itu sangat unik dan memiliki keunggulan tersendiri. Selain untuk melestarikan budaya, ia juga bisa menuangkan ide-ide kreatif dari pikirannya ke dalam musik tradisional. Mahasiswa Universitas Palangka Raya ini percaya bahwa musik tradisional dapat diolah dan dipadukan dengan unsur-unsur modern tanpa kehilangan esensinya.
Pemuda yang memiliki paras menawan ini menuturkan bahwa yang menjadi inspirasi terbesarnya dalam bermusik tradisional adalah ayahnya sendiri. Selain itu, Hadi Saputra yang merupakan ketua Sanggar Riak Renteng Tingang juga menjadi guru besar sekaligus panutannya dalam bermusik tradisional.
Berkat ketekunan dan semangatnya dalam belajar, kini Daniel menguasai berbagai alat musik tradisional. “Namun yang saya perdalam saat ini adalah kangkanong, kecapi, suling belawung, dan rabab,” tambahnya.
Kemampuan laki-laki yang berzodiak sagitarius ini dalam memainkan berbagai alat musik tradisional, telah mengantarkannya meraih berbagai penghargaan. Di antaranya, penata iringan terbaik pada ajang lomba tari daerah di Festival Budaya Isen Mulang Tahun 2019.
Selain itu ada, penata iringan terbaik di Tapin Art Festival di Kalimantan Selatan pada tahun 2023 dan penata musik terbaik pada Festival Palangka Raya Tahun 2024.
Jalan kehidupan pemuda pecinta warna hitam ini di dunia musik tradisional tidak selalu mulus. Ia harus menghadapi tantangan dalam menepis pandangan remeh sebagian orang terhadap musik tradisional.
Namun Daniel selalu berusaha mengedukasi bahwa musik tradisional tidaklah kolot dan bisa mengikuti perkembangan zaman. “Alat musik tradisional pun jika dipergunakan dengan baik dan menyesuaikan dengan zaman, maka alat musik tradisional dapat terkenal ke seluruh dunia,” tegasnya.
Dalam perjalanan karier laki-laki yang kini berprofesi sebagai pembuat musik tari tradisional ini pernah berkolaborasi dengan musisi dan komposer terkenal, baik tradisional maupun kontemporer. Mereka adalah Daniel Nuhan dan Erwin Gutawa.
“Kolaborasi bersama mereka adalah pengalaman yang paling berharga dalam karier saya,” jelasnya bangga. Ia berencana untuk terus berinovasi dan bereksperimen dengan musik tradisional.
Kini, pemuda Dayak ini juga membangun grup musik Harmoni Antang untuk mempromosikan musik tradisional di era digital. Grup Harmoni Antang ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para penggiat seni musik tradisional. Khususnya penggiat seni di Kalimantan Tengah untuk menuangkan ide-ide kreatif mereka.
Di sini para seniman bisa memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan karya yang menarik dengan bebas. Seperti yang biasa di lakukan oleh laki-laki yang suka mengkolaborasikan antara musik tradisional dan musik modern ini.
“Jadi bisa ditunggu saja upload-an upload-an musik-musik yang akan dikeluarkan oleh Harmoni Antang ya,” ujarnya sambil tertawa ringan.
Laki-laki yang juga menyukai warna merah ini berharap agar musik tradisional di masa depan akan semakin banyak diminati, khususnya oleh anak-anak muda. Ia juga mengajak generasi muda untuk tidak malu mempertahankan budaya dan bergabung dalam komunitas seni. Agar seni, budaya dan tradisi kita akan terus lestari.
“Budaya kita itu sangatlah kaya. Sayang kalau akhirnya tidak lestari dan punah. Tugas kita sekarang itu hanya meneruskan, bukan menciptakan seperti orang-orang zaman dulu,” tutupnya penuh harap. (*ian/abw)