GPOP-Peran anak muda dalam lingkungan sekitar sangat diperlukan. Kepekaan mereka dituntut sebagai agen perubahan. Sebagai Duta Genre Kabupaten Gunung Mas (Gumas) 2023, Nadia Afifah mengaplikasikan jiwa mudanya kepada anak-anak disabilitas.
Siswi kelas XII SMAN 1 Kuala Kurun ini beberapa tahun ini aktif di berbagai kegiatan sosial dan masyarakat, serta bergabung dengan beberapa forum dan organisasi seperti Forum Anak Provinsi Kalteng. Senin (1/4) lalu, Nadia menggagas program Genre Merangkul (GEMAR) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kuala Kurun.
“Kegiatan ini saya ciptakan bukan hanya karena saya seorang Duta GenRe, namun kegiatan ini tercipta karena keresehanan hati saya setelah beberapa tahun ini melihat dan memperhatikan banyak sekali anak berkebutuhan khusus (ABK) atau adik-adik disabilitas yang kurang diperhatikan, kurang disuport, kurang dilindungi, dan kurang dilibatkan didalam berbagai kegiatan sosial dan masyarakat,” ucapnya kepada tim G-Pop Kalteng Pos.
Selama ia mengikuti berbagai kegiatan hampir tidak pernah menemukan anak disabilitas dilibatkan atau diberi ruang khusus untuk menyampaikan suara dan aspirasinya. Bahkan setelah ia berbincang bersama beberapa guru di SLB, nyatanya adik-adik disabilitas kurang diperhatikan dan malah sering menjadi bahan diskriminasi.
“Anak-anak disabilitas juga acap kali menjadi korban bullying oleh orang-orang lingkungan sekitarnya, dan sangat besar kemungkinan ABK rentan menjadi sasaran korban pelecehan seksual karena ketidakmampuan dan keterbatasannya untuk menghindar dan melindungi dirinya sendiri,” jelas Nadia.
Hal ini, kata dia, membuat Nadia sangat tergerak untuk melaksanakan GEMAR yang tujuannya untuk merangkul, memberikan suport, memberikan edukasi, menebarkan kebermanfaatan dan tentunya tempat yang aman dan nyaman bagi siapapun.
“GEMAR yang saya laksanakan di SLB kali ini melibatkan seluruh siswa/siswi SD-SMP-SMA dan juga tenaga pendidik, karena kegiatan ini membahas terkait kekerasan seksual dan tentunya membutuhkan kerja sama seluruh lapisan,” katanya.
Pada kegiatan ini ia memberikan edukasi seksual yaitu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh dan di lihat oleh orang lain, bagaimana cara melaporkan dan melindungi diri jika mengalami hal tersebut. Edukasi yang ia lakukan tentunya menggunakan cara dan bahasa yang mudah dipahami yaitu melalui menggambar dan bermain.
“Hal ini nyatanya tidaklah mudah karena cara berkomunikasi dengan ABK itu berbeda dan menyesuaikan setiap orangnya,” tegasnya.
Harapannya, semoga seluruh lapisan masyarakat bisa lebih aware terhadap kekerasan seksual dan peduli serta sadar bahwa ABK perlu perlindungan khusus dari kejamnya kekerasan seksual.
“Harapan kedepannya ABK dapat dilibatkan dan diikutsertakan di beberapa kegiatan masyarakat untuk dapat berbaur bersama, didengarkan aspirasi/suaranya, mendapatkan haknya, serta seperti halnya memanusiakan manusia,” tutupnya. (abw)