GPOP-Di era globalisasi yang semakin berkembang pesat, peran anak muda dalam menjaga keberagaman budaya dan bahasa sangat penting.
Tidak hanya dituntut untuk mengutamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa, generasi muda juga diharapkan mampu melestarikan bahasa daerah yang menjadi warisan leluhur mereka.
Bahasa daerah adalah identitas budaya yang unik dan penting untuk dijaga agar tidak punah di tengah arus modernisasi.
Dosen FKIP jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Linggua Sanjaya Usop mengatakan bahwa di Kalteng, Bahasa Dayak dinilai memiliki peran penting dalam menjaga identitas budaya masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah.
Ia menekankan pelestarian bahasa melalui pendidikan dan kegiatan budaya, terutama di kalangan generasi muda sebagai bagian dari upaya mempertahankan identitas budaya di tengah arus globalisasi.
Menurutnya, tanpa penutur yang aktif, bahasa bisa punah dan hilang dari peradaban, yang pada akhirnya akan mengikis kekayaan budaya masyarakat.
Linggua, sapaannya, menegaskan bahwa pelestarian bahasa Dayak bukan sekadar upaya menjaga warisan nenek moyang, tetapi juga berperan dalam memperkaya keberagaman linguistik di Indonesia, yang dikenal dengan keragaman bahasanya.
“Melestarikan bahasa daerah memperkaya mosaik linguistik Indonesia, yang merupakan salah satu kekayaan terbesar kita,” tambah dosen UPR ini saat diwawancara G-Pop Kalteng Pos, Rabu (28/8).
linggua juga menggarisbawahi pentingnya integrasi bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Menurutnya, pengenalan bahasa daerah sejak dini akan membantu generasi muda lebih akrab dengan warisan budaya mereka sendiri dan menghindari hilangnya bahasa tersebut di masa depan.
Dalam konteks yang lebih luas, Linggua juga mendorong anak muda untuk lebih percaya diri menggunakan bahasa Dayak dalam interaksi sehari-hari, termasuk di media sosial.
Menurutnya, langkah ini akan menghidupkan kembali minat terhadap bahasa daerah di kalangan generasi muda, yang kerap kali merasa malu atau minder menggunakan bahasa daerah mereka sendiri.
Ia mengungkapkan bahwa sekarang di sosial media ada beberapa kelompok-kelompok yang menggunakan bahasa Dayak dalam konten-konten kreatif. Seperti vlog atau komedi pendek, itu adalah langkah cerdas untuk menarik perhatian.
“Orang-orang akan lebih tertarik jika kontennya disampaikan dengan humor, apalagi dalam bahasa daerah mereka,” ungkap pria kelahiran Palangka Raya, 13 Juli 1975 ini.
Linggua juga menyayangkan anggapan di kalangan generasi muda bahwa menggunakan bahasa daerah adalah sesuatu yang kuno atau ketinggalan zaman. Kata siapa ? Padahal bahasa daerah memiliki nilai esensial yang setara dengan bahasa nasional atau internasional lainnya.
“Bahasa daerah sangat berharga. Jangan merasa rendah diri menggunakan bahasa Dayak, itulah identitas kita,” tegasnya.
Untuk memperkuat usaha pelestarian ini, Linggua juga menganjurkan peningkatan produksi buku dan media lain yang mengandung unsur budaya Dayak. Acara-acara budaya seperti festival, stand-up comedy, dan pertunjukan cerita dalam bahasa Dayak. Menurutnya, bisa menjadi platform yang efektif untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa dan budaya Dayak di kalangan masyarakat luas.
“Budaya dan bahasa adalah benteng yang harus kita pertahankan meski arus modernisasi semakin kuat,” tutup Linggua dengan penuh keyakinan. (rah/abw)