GPOP-Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Kata-kata itu tentunya sudah terpatri sejak dulu ya guys, mengingat guru punya peran utama dalam proses belajar di sekolah. Guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang mulia, yakni mencerdaskan anak bangsa. Mungkin bagi sebagian orang, guru merupakan sosok yang menyebalkan atau galak. Tapi dibalik itu semua percayalah, ia ingin kita menjadi anak yang cerdas dan memiliki pengetahuan serta wawasan yang luas hingga menjadi orang berhasil di kemudian hari.
Agrani Linga Wulan Ayu SPd merupakan salah satu guru di usia muda yang mendedikasikan dirinya untuk mengabdi sebagai tenaga pengajar di SMAN 1 Paju Empat, Kabupaten Barito Timur sebagai guru ideal atau guru satu-satunya yang mengajar bahasa Inggris di sekolah itu, mulai dari kelas X (sepuluh), XI (sebelas) dan XII (dua belas) sejak tahun 2019.
“Awalnya waktu saya mengajar, saya merasa gugup karena siswa-siswi yang saya ajar itu tidak begitu beda jauh dalam segi usia. Pertama kali saya mengajar di sini saat masih berusia 23 tahun. Setelah lulus kuliah, ikut tes CPNS dan lolos. Awalnya gak pernah kepikiran jadi guru, semua itu karena kecintaan saya terhadap mata pelajaran bahasa Inggris, sehingga saya sekarang ingin berbagi ilmu dan mendidik anak-anak di sekolah,” ucap perempuan 27 tahun itu.
Menjadi guru bahasa Inggris satu-satunya di sekolah tersebut, Miss Agra sapaan akrab murid-muridnya, tentu merasakan berbagai kendala, seperti contohnya sulit untuk bertukar pikiran dalam mengajar bahasa Inggris. Tapi meskipun begitu, ia mengatasinya dengan cara berinteraksi bersama guru-guru bahasa Inggris yang berada di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMA Barito Timur.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, alumni Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya (UPR) ini, pernah membawa muridnya mengikuti lomba debat bahasa Inggris tingkat kabupaten. Namun, sejak terkendala Covid-19, saat ini dirinya hanya membawa lomba bahasa Inggris yang bersifat internal seperti peringatan bulan bahasa dan perlombaan class-meeting lainnya.
Sebagai seseorang yang lahir dan besar di kota, tentu dirinya merasakan ada perbedaan antara murid yang berada di kota dan desa. Jika siswa di kota memiliki kemudahan seperti akses internet, infrastruktur jalan yang baik, jarak tempuh yang terjangkau, mudah mencari bahan penunjang pembelajaran, sedangkan murid di desa tidak selalu bisa merasakannya. Hal itu membuat ia mengerti bahwa dalam mendidik murid di dua tempat ini sedikit berbeda. Memang secara sarana dan prasarana belum selengkap di kota, tetapi bagi dirinya pembelajaran tetap dapat dilakukan dengan media lain tanpa terpaku pada sebuah media sehingga tetap tidak mengurangi esensi pembelajaran.
Bagi guru yang memiliki polah aktif dan mudah bergaul ini, mendedikasikan dirinya untuk mengajar di desa berawal dari niat dan tekad dari dalam diri. Dengan segala macam keterbatasan yang dimiliki, gak pernah menyurutkan semangatnya untuk bisa berbagi ilmu. Ia sadar menjadi seorang sarjana pendidikan membuat dirinya sebagai pribadi yang sudah menjadi milik masyarakat dan bersedia di tempatkan di mana saja. Apalagi waktu alumni muridnya bisa menjadi orang sukses di kemudian hari. Tentunya Miss Agra ikut merasa senang dan bangga karena bisa ikut andil dalam kehidupan mereka, terlebih saat ada siswa yang menjadikannya teman curhat untuk berkeluh kesah. Seru banget ya bisa sedekat itu antara guru dan murid, jadi gak heran kalau setiap dirinya mengajar, murid-muridnya sangat antusias. (novi/abw)