GPOP-Baru seumur jagung. Sekolah Rakyat Kalteng yang lahir ditahun 2023 merupakan gerakan solidaritas pemuda-pemudi urban yang memiliki niat besar untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di wilayah pinggiran atau marginal. Adanya ketimpangan pendidikan yang terjadi menjadi latar belakang kuat Kepala Sekolah Rakyat Kalteng Wira Surya Wibawa bersama relawan muda menyediakan fasilitas pendidikan inklusif bagi anak-anak di Kota Palangka Raya.
“Ketimpangan pendidikan yang terjadi pada kelompok marginal di wilayah perkotaan hingga desa khususnya di Kalteng mendorong adanya kegiatan pembelajaran alternatif bagi Sekolah Rakyat Kalteng,” ungkap Bung Wira sapaan akrabnya.
Bersama para relawan Sekolah Rakyat Kalteng yang biasa disebut guru bangsa, ia bersama relawan pengajar mendorong para anak muda untuk sadar dan peduli dengan literasi dan pendidikan yang ada di Indonesia. Dengan latar belakang guru bangsa yang memiliki beragam lintas keilmuan maka anak-anak yang belajar di Sekolah Rakyat Kalteng pun mendapat pendidikan dengan banyak insight.
“Syarat mutlak untuk menjadi guru bangsa di Sekolah Rakyat Kalteng adalah bersedia untuk berkomitmen mengikuti kegiatan. Apalagi anak-anak punya banyak waktu untuk mengeksplore diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya, nah potensi ini bisa mendorong anak untuk belajar. Karena di Sekolah Rakyat kami menganggap anak-anak adalah maha guru bagi lingkungannya, jadi kita lah yang justru belajar dari mereka,” tambahnya.
Selama setahun berlayar, Sekolah Rakyat Kalteng sudah menyediakan beragam kelas pada setiap pertemuannya di akhir pekan sore setiap hari Minggu di ruang publik. Beberapanya adalah program pendidikan kewarganegaraan atau jiwa nasionalisme, mewarnai, bermain bersama, pengenalan norma sosial dalam kehidupan, sosial budaya-adat istiadat di Kalteng, tata krama dan kesopanan, serta membaca dan membedah buku bersama anak-anak.
Hingga kini jumlah guru bangsa di Sekolah Rakyat Kalteng mencapai 100 orang yang mendampingi anak-anak belajar setiap hari Minggu sore. Menurut paparan Bung Wira, anak-anak yang belajar di Sekolah Rakyat setiap minggunya mencapai 70 orang. Dengan durasi belajar selama 2,5 jam penyelenggaraan pendidikan alternatif di ruang publik ini mampu membuat anak-anak berulang-kali kembali untuk belajar bersama.
“Pendidikan alternatif ini punya potensi besar untuk menjangkau tempat-tempat yang terdalam salah satunya mulai dari kampung yang dianggap kumuh dan berbahaya. Jangan sampai titik tersebut tidak mendapatkan akses pendidikan. Makanya sekolah rakyat ini menyasar kepada kelompok di ruang marginal baik dalam kota atau desa,” tambah Wira.
Berdasarkan pengamatan Sekolah Rakyat Kalteng semangat belajar anak-anak mengalami peningkatan. Selama 9 bulan proses belajar berjalan setidaknya ada 350 anak yang mengenal dan enjoy dengan nuansa belajar bersama guru bangsa di Sekolah Rakyat Kalteng.
Menariknya para guru bangsa Sekolah Rakyat Kalteng juga belajar bersama. Mulai dari diskusi dan problem solving mengenai topik kotemporer mulai dari resesi seks, pernikahan dini, perasaan takut menikah, baby blues, parenting hingga sex education. Isu tersebut juga disampaikan kepada anak-anak dalam setiap pertemuan akhir pekannya.
“Para relawan kami juga ngajarin anak-anak tentang beragam isu yang terjadi di masyarakat. Salah satunya pentingnya menjaga diri. Anak perlu diberitahu kalau dicium & disentuh anggota tubuhnya oleh sembarangan orang itu tidak boleh. Itu kami sampaikan dengan bahasa yang sederhana dan gaya unik sehingga bisa diterima dan dipahami oleh anak-anak,” ujar pria kelahiran 11 September ini.
Ia berharap dengan hadirnya sekolah rakyat, maka anak-anak di daerah marginal dan kurang mampu bisa mendapatkan pendidikan layak dengan gratis.
“Semoga saja dengan hadirnya Sekolah Rakyat Kalteng mampu mencerdaskan kehidupan bangsa” tutupnya. (oas)