GPOP-Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR) Jhon Retei berpandangan bahwa demokrasi yang berkualitas adalah demokrasi yang didasari dengan partisipasi yang tinggi. Hal ini tentu menjadi perhatian KPU dan juga pemerintahan untuk menunjukkan kualitas penyelenggaraan pemilu yang semakin baik diiringi dengan partisipasi yang lebih baik pula.
“Keterlibatan pemilih pemula di Pemilu 2024 ini saya kira cukup potensial untuk menentukan program penting yang harus dilakukan untuk mendorong strategi dalam Pemilu 2024 dan agar kelompok milenial ini lebih diperhatikan. Mengingat karakter pemilih milenial ini berbeda dari generasi pemilih sebelumnya, sehingga perlu strategi khusus,” ungkap Jhon.
Ia juga mengungkapkan bahwa generasi Y dan X kini hidupnya dipengaruhi oleh media baru. Sehingga pola sosialisasi dan komunikasinya juga harus baru dan dibangun menggunakan strategi media sosial. Termasuk juga kampanye yang dilakukan oleh capres dan caleg perlu menguasai strategi yang berbeda. Disamping itu penyelenggara harus mampu mewujudkan pemilih pemula supaya tanggap dan paham kegiatan penyelenggaraan pemilu.
“Milenial saat ini kan biasanya senang dengan yang instan dan praktis. Ketika penyelenggaraan pemilu mereka akan menerima lima lembar surat suara, ketika sudah punya pilihan proses itu hanya memakan waktu kurang dari lima menit. Namun jika tidak punya pilihan ya secara teknis hal itu akan menjadi kendala dalam proses pelaksanaan. Makanya sosialisasi bukan hanya berada di tangan KPU namun juga menjadi tugas partai politik untuk mempersiapkan pemilih agar paham teknis. Apalagi hasil suara itu menentukan kualitas kepemimpinan lima tahun ke depan,” sambungnya.
Pada pemilu legislatif di Indonesia tahun 2019 jumlah partisipasinya relatif bagus, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah berada diangka 79 persen. Walaupun Kalteng secara nasional dikategorikan di urutan lima besar provinsi dengan tingkat partisipasi yang relatif rendah namun sudah melampaui angka 77,5 persen dari standar partisipasi pemilu.
Hal ini bisa menjadi pendorong bagi pihak eksternal untuk mendorong pemilih pemula agar menggunakan hak suaranya. Perlu disadari bahwa Pemilu 2024 menempatkan angka pemilih muda yang sangat signifikan diangka 56,45 persen yang berart kualitas dari penyelenggaraan pemilu sangat ditentukan oleh peran anak muda.
“Suara hari ini berpengaruh untuk lima tahun ke depan. Pemilih muda di pemilu selanjutnya telah menjadi pemilih dewasa yang artinya estafet kepemimpinan semakin terbuka. Ajang ini untuk meningkatkan pemilu yang berkualitas dan orang-orang yang duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif. Jika Anda sebagai pemilih pemula tidak peduli maka semakin banyak orang yang tidak baik duduk dalam lembaga politik,” tutup Jhon Retei. (oas/abw)