GPOP-Sejak awal sekolah dibangun sudah banyak tanaman purun di sekeliling yang bisa dimanfaatkan. Walau ketika musim kemarau dan kebakaran hutan sempat berdampak, namun tanaman purun kembali tumbuh menjulang tinggi ketika musim hujan tiba.

“Tanaman purun memang sudah ada dan banyak mengelilingi halaman sekolah Sahabat Alam sejak awal dibangun. Apalagi kalau musim hujan tiba, purun itu semakin subur karena tanah gambutnya bagus,” ungkap Qonita Tajuddin dari Sekolah Sahabat Alam saat dibincangi oleh tim G-Pop.

Halaman sekolah seluas tiga hektar ini masih padat dikelilingi beragam macam tanaman di sekelilingnya. Tak hanya itu, di Sekolah Sahabat Alam juga tersedia ternak madu kelulut yang diproduksi dan dijual. Spesialnya, jika ada tamu yang berkunjung dan tertarik untuk mencicipi madu kelulut akan disiapkan sedotan purun.

“Kami juga ada ternak lebah madu kelulut. Kalo ada tamu yang tertarik ingin mencicipi, kami sediakan sedotan purun yang baru saja diambil. Sedangkan kalo anak-anak ya bebas saja, mereka sudah tau tanaman purun, jadi langsung diambil, digunting dan dibersihkan sendiri sebelum menggunakannya untuk menikmati madu kelulut,” sambung Qonita.

Memanfaatkan alam yang ada di sekitar sekolah dengan baik merupakan salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. Selain itu anak-anak juga menggunakan kotak bekal dan membawa botol minum sendiri.

Pun ketika sedang market day anak-anak menggunakan gelas yang dipinjam dari dapur sekolah, sehingga penggunaan plastik bisa diminimalisir.

“Upaya untuk mengurangi sampah plastik sudah banyak kami lakukan, khususnya yang memanfaatkan alam sekitar yaitu sedotan purun. Jadi anak-anak bebas menggunakannya. Saat ini belum digunakan secara profit, tapi kami sudah menyiapkan brandingnya sebelum terjun diproduksi,” jelasnya.

Perempuan yang akrab disapa Umi ini memaparkan lebih lanjut, bahwa anak-anak di Sekolah Sahabat alam juga telah dibekali cara mengolah tanaman purun menjadi sedotan yang layak pakai. Diceritakannya saat kegiatan di sekolah anak-anak dilibatkan langsung dalam produksi sedotan purun. Mulai dari mencari tanaman purun, mengukur sesuai diameter yang diinginkan, membersihkan rongga dan proses memanggang menggunakan oven agar purun lebih kokoh saat digunakan.

“Anak-anak dilibatkan langsung saat membuat sedotan purun. Saat itu hasil produksi sedotan purunnya dijual dengan harga Rp1.000 rupiah. Jadi sekarang mereka bisa membuat sedotan purun sendiri untuk menikmati madu kelulut di halaman sekolah,” ungkap Qanita.

Qanita Tajuddin berharap tanaman purun dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Selain digunakan sebagai pengganti sedotan plastik, tanaman purun yang ada di halaman sekolah ini nantinya akan segera dimanfaatkan menjadi kerajinan tas, topi atau tikar dari purun. (oas/abw)

Leave a Comment

Follow Me

KALTENGPOS DIGITAL

Edisi terbaru Kalteng Pos

About Me

Newsletter