Menggoda mata. Hampir 300 batang golden melon di Green House Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Palangka Raya (UPR) dipanen, beberapa waktu lalu. Sekelompok alumni dan mahasiwa Faperta UPR dengan hati-hati memotong setiap melon yang dipanen melalui penanaman hidroponik.
“Kriukk…. Kriukk…” terdengar renyah, saat golden melon digitit. Rasanyapun, hm….. manis banget. Beda sama melon pada umumnya, golden melon memiliki tekstur yang padat dan renyah. Rasa pun boleh diadu.
Melon premium ini hasil budidaya para mahasiswa Faperta UPR lho.. melalui Green House Laboratorium Lapangan Faperta ini, mereka bisa melakukan penelitian dan pengembangan budidaya pertanian. Gak salah lagi jika hasil budidaya mereka berhasil dan sukses. Sudah pasti memiliki ilmunya dong!
Memilih budidaya melon hidroponik karena mengejar kualitas. Di sisi lain, melalui hidroponik juga lebih mudah dalam pengelolaan dan perawatannya. Pun dari segi rasa, pertanian melalui hidroponik boleh diadu dengan penanaman konvensional.
Proses tanam awalnya disemia, 10 hingga 14 hari pindah tanam. Dilanjtukan dengan proses perambatan. Pada usia 21 hingga 35 hari proses polinasi atau pengawinan. Kemudian saat berbuah dilakukan seleksi, buah dengan kualitas bagus akan dipertahankan untuk proses panen.
“Proses awal pembibitan hingga panen memerlukan waktu sekitar 70 hari,” tegasnya.
Dwi Hadi Wibowo, salah satu alumni yang baru saja diwisuda pada akhir 2023 lalu, menjadi salah satu petani milenial yang fokus mengembangkan pertanian. Menjiwai bidang pertanian, Hadi mengaku menjadi petani adalah pilihan. Bahkan, ia sudah menggeluti dunia tani sebelum mengenyam pendidikan pertanian.
“Orang tua saya seorang petani, sebelum saya kuliah jurusan pertanian, saya sudah sedikit mengerti tentang pertanian, untuk mendalaminya lagi saya memilih kuliah jurusan pertanian,” kata Hadi saat dibincangi di sela-sela memanen golden melon, beberapa waktu lalu.
Dari hasil bertanilah ia bisa mengenyam pendidikan hingga memeperoleh gelar sarjana pertanian. Tidak hanya berleha-leha saja, Hadi membuktikan bahwa seorang pemuda harus berusaha untuk mencapai yang diinginkan. Hadi menjadi mahasiswa juga menjadi petani untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Wah, keren dan menginspirasi sekali.
“Saya juga bertani di lahan pribadi, sembari kuliah saya juga bertani sayuran. Alhamdulillah bisa mencukupi untuk kebutuhan kuliah,” kata Hadi kepada tim G-Pop Kalteng Pos.
Sebagi petani milenial, Hadi menegaskan bahwa untuk menjadi sukses tidak harus menjadi seseorang dengan pekerjaan yang berseragam. Meskipun menjadi petani, jika pekerjaan ini dijalankan dengan niat dan serius maka akan memiliki peluang besar bagi anak muda.
“Pekerjaan petani jika ditekuni tidak akan ada matinya, karena setiap ada kehidupan maka pasti ada pangan,” tegasnya.
Pertanian modern adalah solusi untuk menarik generasi muda terlibat dalam bisnis pertanian. Saat ini sudah banyak anak muda yang mau menjadi petani meskipun masih minim. Mereka banyak menggunakan pertanian berkelanjutan seperti hidroponik.
Indra Nur Cahyana mengaku, untuk menjadi petani muda yang sukses mesti harus sabar dan tekun, bukan hanya soal keterampilan melainkan kemampuan untuk sabar dalam mendapatkan pencapaian. Perlu proses yang berkesinambungan dan kegagalan pasti akan di lewati.
“Memilih jurusan pertanian adalah kemauan saya sendiri. Pertanian merupakan salah satu sektor yang vital bagi kehidupan manusia. Dengan pertanian kita bisa memproduksi makanan yang menjadi kebutuhan pokok semua orang,” kata Indra Nur Cahaya, Alumni Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya (UPR).
Tetapi banyak anak muda yang tidak mau menjadi petani, padahal pertanian sangat penting untuk kehidupan. “Saya sebagai generasi muda ingin melanjutkan menjadi petani agar ada penerus untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia yang sudah krisis ini,” tutup perempuan yang lahir pada pada 10 Agustus 1999 ini. (abw)