GPOP-Anak muda kini makin kreatif dan inovatif. Nggak sedikit anak muda yang berhasil dengan berbagai prestasi atau sukses di usia muda. Tidak terkecuali mereka penyandang disabilitas.
Anak muda disabilitas mampu membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Mereka terus menggali potensi diri, menciptakan peluang, dan berkarya di berbagai bidang. Goldia Syahragasi menjadi inspirasi banyak anak muda, bahwa tak ada hambatan berarti selagi kita mau mencoba. Perempuan tuna rungu itu menolak menyerah pada keadaan.
Goldia adalah bukti nyata bahwa semangat juang dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Dengan tekad dan visi yang kuat, ia mendirikan Warkop Tuli 21, tempat yang tidak hanya menjadi sarana berwirausaha, tetapi juga ruang inklusif untuk berkumpul dan berbagi cerita bagi komunitas tuli.
Di balik warkop kecilnya, Goldia menyematkan harapan besar, menghadirkan wadah bagi penyandang tuli untuk saling mendukung dan memberdayakan diri. Di tempat itu, pelanggan disambut dengan senyuman hangat dan komunikasi melalui bahasa isyarat, menjadikannya pengalaman unik yang inklusif bagi pelanggan.
Melalui usahanya, Goldia membuktikan bahwa anak muda disabilitas tidak hanya mampu berkarya tetapi juga berperan besar dalam mengubah pandangan masyarakat tentang disabilitas. Kisahnya menginspirasi banyak orang untuk memandang disabilitas bukan sebagai kelemahan, melainkan kekuatan untuk menciptakan perubahan positif.
“Warkop Tuli 21 ini pertama kali dibuka pada 11 Oktober lalu, dan ini memang usaha milik saya pribadi yang dibiayai oleh keluarga,” kata Goldia saat diwawancarai melalui pesan WhatsApp, belum lama ini.
Biasa disapa Goldia, membuka warkop ini lantaran ia melihat di Palangka Raya belum ada wadah berkumpul bagi penyandang tuna rungu. Untuk itu, ia terinspirasi membuka Warkop Tulis 21 untuk menjadi tempat bersantai dan diskusi berbagai banyak hal.
“Dengan warkop ini, kami bisa diskusi yang menyangkut kami (tuna rungu,red), sehingga kami juga bisa menjalin silaturahmi dan kebersamaan. Tidak hanya untuk komunitas tuli, warkop ini juga terbuka untuk umum, sehingga komunitas tuli tidak merasa didiskriminasi,” jelasnya.
Warkop Tuli kini bukan sekadar tempat minum kopi, tetapi simbol perjuangan, keberanian, dan kreativitas. Goldia, bersama anak-anak muda disabilitas lainnya, menunjukkan bahwa kesempatan untuk berkarya selalu ada bagi mereka yang mau berusaha. Terbukti, warkop ini dikerjakan oleh beberapa tuna rungu salah satunya mereka yang memiliki keahlian bertukang.
“Kami membangun warkop ini selama sekitar dua bulan, dikerjakan oleh beberapa orang tuli, tujuannya memang untuk memberdayakan para penyandang tuli,” ujar alumni Universitas Palangka Raya Jurusan Pendidikan Luar Sekolah ini.
Sekitar dua bulan usaha ini berjalan, Goldia memang merasa ada kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan pelanggan normal. Biasanya, ada orang tua atau kakak yang mendampingi ia berjualan, namun jika tidak ada maka komunikasi atau pemesanan menu dilakukan dengan sistem tulis.
“Saya memang tidak pernah mengikuti pelatihan berusaha, tetapi saya pernah bekerja di Café Ant Republik selama satu tahun,” tegasnya.
Perempuan kelahiran Palangka Raya, 29 Juni 1998 ini memberikan semangat kepada semua orang termasuk penyandang disabilitas untuk semangat dan tidak malu berkarya. “Jangan malu tampil di depan banyak orang dan belajarlah tentang banyak hal,” tutupnya. (abw)