GPOP-Presiden pertama Indonesia sekaligus founding father Soekarno, pernah mengemukakan semboyan yang sangat terkenal, yaitu “berikan aku 1.000 orang tua maka akan kucabut Semeru dari akarnya dan berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Semboyan ini kiranya tepat digaungkan, sebab generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan dan penerus bangsa tercinta Indonesia ini.

Akademisi Hukum Rico Septian Noor mengatakan, pada praktiknya ternyata tidak semudah layaknya membalikkan telapak tangan dalam membangun generasi muda yang dapat mengguncangkan dunia. Melihat perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini, di tengah globalisasi dan era digitalisasi yang begitu pesat, deras mengalir dan berupaya menggoyahkan serta memberikan pengaruh luar biasa bagi negara ini termasuk bagi generasi muda.

“Terkait tugas dan tanggung jawab dalam mengimplementasikan nilai-nilai empat konsensus kebangsaan dengan background sebagai pengajar (dosen), tugas dan tanggung jawab itu tidak mudah, sebab upaya membangun pemahaman dan menginternalisasi nilai-nilai kebangsaaan saat ini menjadi semakin berat,” jelas Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Palangka Raya (UPR) ini.

Menurut pengalamannya dalam mengajar, beberapa mahasiswa mengaku telah memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Namun, pada kenyataannya saat dilakukan uji praktik, justru masih ada yang tidak dapat melafalkan dengan benar butir-butir Pncasila.

“Pernah suatu ketika, saya menunjuk tiga orang mahasiswa untuk melafalkan butir-butir Pancasila, faktanya tidak ada satupun dari mereka yang bisa melafalkan dengan benar,” ucap dosen yang saat ini tengah menempuh pendidikan doktor Ilmu Hukum melalui beasiswa LPDP-BPI ini.

Kenyataan ini, lanjut Rico, memberikan gambaran bahwa begitu rendahnya literasi terhadap nilai-nilai konsensus bangsa seperti Pancasila, terlebih hal ini terjadi di tingkat perguruan tinggi. Untuk itu, seiring dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-95, sejalan pula dengan tema yang diangkat yaitu untuk “menciptakan pemuda maju”, maka penting meningkatkan upaya internalisasi nilai konsensus bangsa seperti Pancasila, UUD tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, serta berbagai nilai-nilai lain ke seluruh tingkatan masyarakat.

“Mulai di tingkat bawah sampai pada pemangku kebijakan, melalui berbagai program dan konsep literasi yang berfungsi membangun generasi muda,” tegas Rico, alumni Diklat Lemhanas RI ini.

Rico menyebut, bahwa generasi muda itu ber-ANEKA yakni “Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi”. Jika diuraikan secara singkat, nilai “Akuntabilitas” dapat merujuk kepada kewajiban setiap individu, dalam hal ini generasi muda untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Bentuk tanggung jawab dapat dimulai dari hal terkecil di lingkungan keluarga, yang diharapkan dapat terus menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh generasi muda.

“Selanjutnya nilai nilai “Nasionalisme”, misalnya bagaimana generasi muda memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, NKRI, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika serta dapat menjadi bagian dari alat pemersatu bangsa yang memiliki jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, memiliki wawasan kebangsaan, serta mengesampingkan berbagai kepentingan individu, kelompok dan golongan,” lanjutnya.

Ketiga, nilai “Etika” yang terkait erat dengan moralitas dan mentalitas seseorang, karena etika menjadi jembatan antara norma-norma moral dan tindakan faktual seseorang. Seperti fakta yang terjadi saat ini, banyak kasus yang menunjukan hal-hal di luar etika kepantasan dan kepatutan di masyarakat yang tentunya tidak mencerminkan perilaku generasi muda yang baik. “Keempat, nilai “Komitmen Mutu”, misalnya dapat ditunjukkan generasi muda Indonesia dengan selalu berupaya memperkaya wawasan dan pengetahuan yang dapat meningkatkan literasi.

“Misalnya pada saat ini maraknya hoaks, maka generasi muda diharapkan dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosialnya, dapat memilah mana informasi yang benar dan tidak,” ujar dosen yang aktif menulis dan ikut serta dalam berbagai kegiatan konferensi nasional dan internasional, seperti menjadi peserta dengan paper terpilih dalam konferensi datum Indonesia, konferensi nasional kebebasan sipil di STHI Jentera Jakarta, konferensi nasional HTN/ HAN di Batam.

Terakhir, yang tidak kalah penting adalah nilai-nilai dasar “Anti Korupsi”, karena saat ini korupsi selalu menjadi persoalan yang masih mengakar di negara Indonesia. Perlu dilawan dengan membangun nilai-nilai dasar seperti nilai kejujuran bagi generasi muda, karena dengan kejujuran, maka setiap tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

“Generasi muda adalah tunas-tunas bangsa, tunas yang harus tumbuh menjadi tunas-tunas berintegritas yang nantinya akan menjadi pohon besar yang bernama “INDONESIA”,” tutup Rico, peserta terpilih dalam annual konferensi German-Southeast Asian Center for Excellence For Public Policy and Good Governance (CPG) di Bangkok Thailand ini. (abw)

 

 

Leave a Comment

Follow Me

KALTENGPOS DIGITAL

Edisi terbaru Kalteng Pos

About Me

Newsletter