GPOP-Di balik gemerlap panggung dan sorotan lampu, ada cerita sederhana yang penuh makna. Karya Open Oven, berhasil menghipnotis para penonton malam itu.

Sedikit cahaya menerangi panggung sederhana. Dengan gerakan penuh cerita, seorang pria totalitas menjalankan perannya. Kehilangan, puncak dari cerita sang pemeran utama.

Di atas panggung sederhana itu, Abdul Khafidz Amrullah totalitas memainkan peran. Open Oven, berakar pada pengalaman pribadinya tentang kehilangan. Menjadi karakter utama sebagai seorang anak, ia harus menghadapi kekosongan setelah kepergian ibunya.

Setiap benda di dapur, seperti oven dan kemoceng, menjadi simbol kenangan yang membawanya kembali ke momen-momen bersama ibunya.

“Aktivitas bersih-bersih yang sering dilakukan bersama sang ibu menjadi inti cerita ini, mengingatkan kita bahwa hal-hal kecil yang dulu dianggap sepele ternyata memiliki makna mendalam,” kata Khafidz, penggagas Open Oven yang ditampilkan di Moonlight Cafe and Playground, Jalan G Obos, Kota Palangka Raya.

Di tengah emosi yang disuguhkan dalam pementasan, ada pesan kebersahajaan yang ingin disampaikan, seni tak perlu mewah untuk bisa menyentuh hati penonton. Khafidz ingin menunjukkan bahwa kesederhanaan adalah inti dari berkarya.

“Melalui teater kami bisa menyampaikan cerita yang mendalam tanpa harus mengandalkan properti atau panggung besar,” tambahnya.

Bagi Abdul Khafidz Amrullah, teater bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan sebuah laboratorium kehidupan. Melalui teater, ia percaya segala aspek kehidupan bisa diuji dan dipelajari. Keyakinan ini yang menjadi fondasi semangat komunitas teater di Palangka Raya, terutama dalam berkarya.

Karya Open Oven adalah pentas yang dirancang sederhana namun sarat makna, di mana seniman berupaya menghadirkan teater di berbagai ruang, tak terbatas pada panggung seni yang megah.

“Kami ingin menunjukkan bahwa teater bisa dihadirkan di mana saja, seperti kafe, kelas, atau bahkan ruang kecil sekalipun,” ungkap Khafidz.

Ide ini lahir dari tantangan yang sering dihadapi para seniman, yakni keterbatasan ruang dan fasilitas. “Kesederhanaan bukan penghalang, tetapi justru menjadi kekuatan kami untuk terus berkarya,” tambahnya.

Pentas ini menggabungkan unsur teater objek dan pantomim, menciptakan pengalaman unik yang menyegarkan bagi dunia seni pertunjukan di Palangka Raya. Tak hanya itu, Open Oven juga membawa nuansa seni lokal, seperti penggunaan alat musik tradisional kacapi, yang menjadi bagian dari upaya mengenalkan budaya Kalimantan ke panggung internasional.

“Kami sangat bangga bisa membawa alat musik khas ini ke Internasional Puppet Biennale: Pesta Boneka di Yogyakarta, sekaligus memperkenalkan kekayaan seni lokal ke dunia,” ujarnya.

Selain menyajikan pementasan, pria kelahiran tahun 1990 ini bersama dengan komunitas teaternya juga berupaya mendorong seniman muda di Palangka Raya untuk mulai berkarya.

“Pesan kami sederhana, mulailah berkarya tanpa takut salah, karena dalam berkarya, yang terpenting adalah prosesnya. Sebagus apapun karya, pasti ada yang tidak suka, dan sejelek apapun karya, pasti ada yang suka,” katanya.

Filosofi inilah yang terus mereka gaungkan kepada generasi muda, terutama di tengah minimnya ekosistem teater di Palangka Raya yang masih kalah dibandingkan dengan seni musik atau tari.

Kehadiran teater di Palangka Raya masih jarang ditemui, dan Pendiri Institut Tingang Borneo Teater (ITBT) Palangka Raya ini mengakui bahwa hal ini menjadi tantangan tersendiri.

“Masih sedikit seniman teater di Palangka Raya yang konsisten berkarya. Ini berdampak pada perkembangan ekosistem seni pertunjukan di sini. Tapi dengan semakin mudahnya akses informasi, kami berharap generasi muda akan lebih terdorong untuk menciptakan karya baru dan memperkaya seni pertunjukan di kota ini,” tuturnya.

Karya Open Oven tak hanya disiapkan untuk dinikmati oleh penonton di Palangka Raya. Pertunjukan ini juga akan dibawa ke Internasional Puppet Biennale: Pesta Boneka di Yogyakarta, di mana akan dihadiri oleh 12 ribu seniman teater boneka dari seluruh dunia. Teater boneka, atau yang sering disebut teater objek, menjadi inovasi dalam dunia seni pertunjukan yang menggabungkan penggunaan benda-benda sehari-hari sebagai karakter utama.

Hal ini lahir dari residensi yang dijalani ayah dua anak itu itu di Yogyakarta, di mana ia belajar tentang teater objek dan teater boneka. Pengalaman ini kemudian diadaptasi dan diperkaya dengan cerita lokal, membawa karya teater dari Palangka Raya ke panggung dunia.

“Kami ingin teman-teman di luar sana tahu bahwa Kalimantan tidak hanya kaya akan alam, tetapi juga seni dan budaya. Ini kesempatan kami untuk memperkenalkan itu ke audiens internasional,” ujarnya.

Pementasan ini telah beberapa kali dipentaskan di Palangka Raya dan juga di Yogyakarta, serta akan dibawa ke berbagai tempat lainnya. Melalui pertunjukan ini, lelaki asal Sampit ini ingin menegaskan bahwa teater tidak sekadar hiburan, tetapi media pembelajaran kehidupan yang bisa memberikan dampak mendalam bagi penontonnya.

Dengan berkembangnya media sosial, Khafidz Amrullah melihat bahwa karya-karya seni dari Palangka Raya memiliki peluang untuk menembus pasar global. Ia menceritakan pengalamannya saat karyanya menarik perhatian asosiasi teater di Thailand, yang fokus pada pertunjukan teater untuk anak-anak.

“Ketika kami posting karya kami, tiba-tiba ada undangan untuk mengikuti forum pertunjukan teater-teater untuk anak se-Asia di Thailand yang mana kegiatan di sana terdapat diskusi dan workshop juga. Ini membuktikan bahwa sekarang tidak ada batasan lagi bagi karya-karya dari kota kecil seperti Palangka Raya untuk bisa dikenal dunia,” jelasnya.

Bagi Khafidz, karya seni tidak harus selalu dilihat dari segi besar atau kecilnya panggung, melainkan dari keyakinan senimannya terhadap apa yang ingin disampaikan.

“Kalau kita tidak percaya diri dengan karya kita, bagaimana orang lain bisa yakin? Jadi yang penting adalah terus berkarya, meskipun dari ruang kecil, karena siapa tahu ada orang di belahan dunia lain yang tertarik dengan karya kita,” bebernya.

Abdul Khafidz Amrullah merupakan prakarsa dalam pembentukan Borneo Art Play. Borneo Art Play sebelumnya bernama Institut Teater Bakumpulan Palangka Raya (ITBT) Palangka Raya. Setelah itu, komunitas dengan anggota kelompok kisaran 20 orang ini membuat pertunjukan teater dengan judul “Siapa Aku Siapa Kamu”.

Dari awal terbentuknya ITBT Palangka Raya lalu melakukan pentas, mereka banyak menerima beberapa komentar bahwa bakumpulan merupakan Bahasa Banjar dan identik dengan suku Banjar.

“Karena resah lalu bikin kelompok, terus berubah nama karena merasa kurang Kalimantan Tengah sekali” tutur pria yang mulai berkuliah pada tahun 2008 ini.

Oleh karena itu, komunitas yang berasal dari Palangka Raya ini mengubah namanya menjadi Institut Tingang Borneo Teater Palangka Raya.

“Jadi kita tu sudah cukup lama dikenal dengan singkatan ITB Teater atau ITBT Palangka Raya, cukup banyak yang mengenal singkatan itu jadi berusaha mempertahankan singkatan itu” ucap pria dengan rambut hitam itu.

Pria lulusan jurusan Teknik Informatika ini juga menjelaskan bahwa awal tahun 2023 merupakan perubahan nama ke dua hingga saat ini menjadi Borneo Art Play. Ia juga melihat kelompok-kelompok teater lainnya memiliki nama yang simpel dan mudah diingat. Sehingga ia mencoba memikirkan ulang dan melihat dasar komunitas ini di Borneo atau tempat berdirinya komunitas ini.

Dulu, Borneo Art Play bentuk komunitas yang terbuka untuk umum dan mengadakan penerimaan anggota. Namun, hal ini menjadi persoalan hingga gerak komunitas menjadi terhambat.

“BAP sekarang berjalannya lebih ke tim yang kecil” kata laki-laki yang mendapatkan penghargaan program Jejak Virtual Aktor ini.

Oleh karena itu, Borneo Art Play sekarang tidak lagi menggunakan struktur keanggotaan, tetapi jika ia ingin membuat sebuah karya, akan mencari orang-orang yang ingin terlibat dengannya dan akan terbentuk proses kolaborasi. Hingga saat ini Borneo Art Play tidak lagi membuka penerimaan anggota, namun mereka berprinsip bahwa siapapun bisa menjadi anggota komunitas ini dan dapat berkarya di komunitas manapun.

Pendiri Borneo Art Play ini menceritakan kegiatan yang akhir-akhir mereka ikuti yakni diundang dalam Forum Bangkok Internasonal Children Teater Festival di Thailand yang mengumpulkan pegiat teater anak se-Asia dan membahas pekerjaan yang dilakukan di masing-masing daerah.

“Kami baru balik dari Bali, BAP lolos terpilih di forum produser se-Indonesia dan menjadi salah satu dari 10 produser yang diundang dari seluruh Indoensia ngobrolin kerja-kerja keproduseran di masing-masing daerah,” ungkapnya.

Dalam waktu dekat ini, ia mengirimkan ide gagasannya dalam kegiatan Pesta Boneka di Yogyakarta dan lolos secara gagasan sehingga ia berhak untuk tampil dalam kegiatan tersebut. Jadi, festival ini merupakan seniman terpilih dan diapresiasi oleh seniman luar negeri.

Pria jebolan Universitas AMIKOM Yogyakarta ini menyampaikan bahwa BAP sempat cukup naik namanya saat lolos proposal gagasan dalam Program Ruang Kreatif Galeri Indonesia kaya Jakarta dan Bhakti Budaya Djarum sehingga mendapatkan dana produksi sekitar 35 juta. Proposal gagasan ini termasuk ke dalam 14 proposal yang lolos dari seluruh Indonesia dan melakukan pitching.

Sebelumnya, BAP pernah melakukan pentas dengan judul Himba di Jakarta, Bekasi, dan Yogyakarta dengan menjual tiket seharga Rp100 ribu dua kali sesi pertunjukan dan tiket yang mereka jual habis. Pada tahun 2017 BAP diundang untuk tampil pentas dalam Festival Teater Cirebon dengan melibatkan siswa/i SMAN 5 Palangka Raya dan SMKN 3 Palangka Raya.

“Yang paling dekat kita mau bikin pertunjukan bareng teater pinggiran IAIN rencana di bulan November atau Desember,” ujar pria pemain gitar ini.

Khafidz berencana untuk membuat program workshop ke sekolah-sekolah untuk membangun ekosistem dan sumber daya manusia. Sejauh ini masih mencoba ke sekolah-sekolah. “Sekarang sudah punya konsep workshop TK, SD. SMP, SMA,” tambahnya.

Produser Festival Orang Utan Borneo tahun 2020 ini berharap untuk pelaku teater di Palangka Raya untuk terus berproses dan memperbanyak peristiwa teater sehingga penonton jadi tumbuh dan berkembang. (zia/nad)

Leave a Comment

Follow Me

KALTENGPOS DIGITAL

Edisi terbaru Kalteng Pos

About Me

Newsletter