GPOP-Ngaku deh siapa yang masih ngejokes tentang fisik seseorang? Please jangan ulangi hal itu di tahun 2024 hingga seterusnya. Guyonan yang ngomongin fisik dan rupa seseorang saat di tongkrongan atau ketika kumpul keluarga memang mengundang tawa, namun siapa sangka kalau yang dibicarakan juga ikut mentertawakan dirinya sambil meredam sakit hati?
Nggak semua orang bisa terima kondisi fisiknya ditertawakan. Febri Ganand Genaldi anggota pramuka Gudep 49-50 Pangeran Hidayatullah MAN Kota Palangka Raya ini mengaku masih sering menemukan bullying verbal di sekitarnya.
“Kebanyakan yang aku lihat ya mengejek fisik dan kemampuan korban bully dengan dalih hanya bercanda. Aku juga pernah melihat orang lain mengalami hal serupa. Jadi berharap korbannya tidak mengambil hati dan hanya dianggap angin lalu,” jelasnya.
Perundungan ini dialami oleh Febri sendiri. Tak hanya secara verbal ia juga pernah menjadi korban perundungan secara fisik oleh pelaku bully saat di sekolah dasar.
“Kejadian itu masih membekas dalam hati dan aku masih berusaha melupakannya. Pernah nggak sengaja ketemu si perundung dan aku langsung merasa trauma. Yang jelas aku sakit hati karena dibully sebab hal sepele,” ungkap pria kelahiran 17 Februari ini.
Meski tak sesering dulu, Febri masih menerima olokan dari pelaku perundungan. Untuk mengatasi hal tersebut ia memilih untuk menjauh dan bercengkrama bersama teman yang satu frekuensi dengannya.
Siswa jurusan Bahasa Mankoraya ini sudah cukup sering menegur rekanannya yang bergurau perihal fisik. Sambil tetap berlindung di balik komedi pelaku bully nggak pernah merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan kepada orang lain, baik itu perundungan secara fisik maupun lisan.
“Pas negur dibilang sok suci, mau melawan eh mereka rame-rame. Mau nggak mau dimaklumin aja. Padahal nggak ada salahnya kalo kita ngelawan. Hanya saja lebih baik nggak membalas dengan cara apapun,” tegas Febri.
Perundungan juga pernah terjadi kepada Lian Diana saat berada di bangku sekolah dasar. Kepada tim G-Pop ia mengungkapkan pengalaman buruknya hingga punya keinginan mogok sekolah.
“Saat itu dalam pelajaran aku nggak terlalu pandai, padahal orang tua seorang guru, dari situ jadi sering diejek. Banyak cemooh dari teman-teman yang mungkin dirasa biasa aja, tapi semakin lama aku ngerasa muak. Puncaknya berontak ke orang tua dan nggak mau masuk sekolah,” papar Lian sambil mengingat-ngingat kejadian lampau.
Sejak kejadian tidak menyenangkan itu, Lian memfilter teman-temannya agar tak saling menyakiti. Menurutnya bergaul dengan circle yang positif membuat orang tersebut bisa tumbuh dan berkembang bersama dalam kebaikan.
Setelah bernostalgia Lian tak menunjukkan perasaan dendam dan kesal kepada perundungnya dulu. Justru kesempatan ini digunakannya untuk berbenah diri dan membuktikan bahwa dirinya lebih baik daripada yang mengejeknya.
“Aku bisa tunjukkan bahwa aku nggak serendah seperti apa yang mereka lihat. Buktinya sekarang aku berubah lebih baik dari yang dulu,” jawabnya tegas.
Memiliki pengalaman dirundung sewaktu kecil membuat Lian menghargai dan berhati-hati dalam setiap interaksi yang ia lakukan. Ia tak mau lisan dan perilakunya menyakiti hati orang lain. Apalagi diusianya yang sekarang adalah waktunya untuk menjalin pertemanan dan koneksi sebanyak-banyaknya.
Kata Lian, murah senyum adalah kata kuncinya.
“Sambil tersenyum bisa membawa kita ke dalam hal baik. Tanpa berucap pun manusia akan tau kalo senyum itu baik. Secara nggak langsung orang akan nyaman berinteraksi sama kita. Kalo nggak bisa berkata baik dan berujung menyakiti hati seseorang lebih baik senyum saja,” tutupnya.
Pun dengan Intan Nasylla Oktavia, siswi jurusan Bahasa MAN Kota Palangka Raya ini dengan yakin mengatakan bahwa ia tak akan pernah menjadi pelaku perundungan. Pun korban perundungan. Dengan penuh percaya diri ia yakin bisa melawan dan menghempaskan perundungan yang ada di sekitarnya.
“Penting buat kita menjalin pertemanan yang baik dengan siapapun. Selain itu selalu tumbuhkan rasa percaya diri dan jangan pernah terlihat lemah, apalagi oleh orang-orang yang ingin jail ke kita,” tutur Intan.
Menurut Intan dengan menanamkan rasa percaya diri, maka tidak akan ada pelaku perundungan yang berani melukai. Lantaran bullying hanya terjadi kepada orang-orang yang terlihat lemah.
Maka dari itu ketua kelas XII Bahasa Mankoraya ini mengingatkan jika berteman harus saling melindungi satu sama lain. Sehingga yang lemah bisa dilindungi dan terhindar dari perundungan yang tidak diinginkan.
“Pelaku perundungan itu karena dia kurang perhatian dan tidak punya empati ke sesama. Bisa jadi akibatnya dari orang tua atau lingkungan sekitar yang nggak melirik dia. Makanya dia mencuri perhatian dengan cara menekan yang lemah,” tambahnya.
Mengemban amanah sebagai ketua kelas, ia selalu memastikan tidak ada pelaku dan korban perundungan di kelasnya. Sebab jika terdapat korban perundungan maka ia akan merasa takut, kesulitan bersosialisasi dengan orang sekitar dan bisa menghambat aktivitas belajarnya. “Aku nggak mau jadi pelaku dan korban perundungan!” tutup Intan. (oas/abw)